Belajar Toleransi di Desa Bejijong
Rabu, 24 November 2021 19:00 WIBAda yang unik di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Warga di sana, 95 persen beragama Islam. Meski demikian mereka tetap menjaga warisan sejarah yang bernuansa Budha.
Ya, Desa Bejijong merupakan bagian penting dari Kerajaan Majapahit yang menganut agama Budha. Karena itu banyak peninggalan Kerajaan Majapahit pada lokasi tersebut. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia yang berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1527.
Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur ini pernah menguasai Nusantara saat masa kekuasaan Hayam Wuruk pada tahun 1350-1389. Kekuasaan itu terbentang dari Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Filipina (Kepulauan Sulu, Manila) Sulawesi dan juga Papua.
Bejojong kini menjadi Desa Wisata Kampung Majapahit yang menawarkan berbagai atraksi kesenian. Desa ini juga menjadi model toleransi dalam bermasyarakat.
Seperti diunggah melalui instagram @Desawisatabejijong dan @Kampungmajapahitbejijong, banyak peninggalan masa lalu yang menarik untuk disaksikan.
Antara lain Maha Vihara Majapahit
yang merupakan Buddhist Centre yang dibangun pada 1987 dengan bangunan khas Jawa berbentuk joglo. Pintu masuk berbentuk perpaduan budaya China, India dan Jawa. Bangunan ini berada di atas lahan 20.000 m2. Di Vihara ini terdapat empat soko guru yang menjadi simbol empat kesunyataan (kebenaran) mulia.
Kemudian ada delapan tiang yang melambangkan delapan jalan utama. Sementara tangga lima merupakan simbol peraturan yang diterapkan oleh umat Buddha sesuai ajaran kitab Tripitaka. Sedangkan genteng tiga melambangkan Tiratana.
Patung Budha Tidur
Di desa ini terdapat banyak patung Budha yang tersebar di area Maha Vihara Majapahit ini. Salah satunya yaitu patung Budha Tidur, yakni patung Budha Gautama berwarna emas. Ini adalah salah satu ikon Mojokerto yang merupakan patung Buddha terbesar kedua di Asia dengan panjang 22 meter, lebar 6 meter dan tinggi 4,5 meter.
Patung Budha Tidur dibentuk dengan bahan utama beton dan dilapisi dengan kuningan. Patung dibangun menghadap ke selatan yang merupakan kiblat umat Buddha. Patung ini merupakan penggambaran momen ketika sang Buddha akan berpulang kepada Tuhan.
Petilasan Siti Inggil
Petilasan atau makam Siti Inggil diyakini sebagai makam Raden Wijaya selaku pendiri kerajaan serta raja pertama Majapahit. Bangunan ini memiliki luas 15 x 15 meter dengan struktur batu bata kuno dan panjang sekitar dua meter lebih.
Pada makam tersebut tidak berisikan jenazah. Abu jenazah sudah dibakar biasanya disimpan di candi atau dihanyutkan ke laut. Namun tetap banyak wisatawan yang berkunjung karena suasananya yang sejuk karena diapit oleh persawahan dan pepohonan rindang.
Candi Brahu
Candi Brahu merupakan candi tertua di Trowulan. Bahkan lebih tua dari kerajaan Majapahit. Candi ini dibangun menggunakan batu bata merah dengan panjang sekitar 22,5 meter, lebar 18 meter, dan tinggi 20 meter. Nama Brahu sendiri konon berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu', yaitu nama sebuah bangunan suci.
Hal itu disebutkan dalam prasasti tembaga Alasantan yang ditemukan kira-kira 45 meter di sebelah barat Candi Brahu. Prasasti ini dibuat pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja Mpu Sindok yang merupakan raja dari kerajaan Mataram kuno.
Di sekitar Candi Brahu terdapat beberapa candi kecil seperti Candi Muteran, Candi Tengah, dan Candi Gentong.
Produksi Batik Khas Majapahit
Desa Wisata ini juga memiliki kerajinan batik khas yang dinamakan dengan batik Bejijong. Batik ini dibuat dengan warna-warna alam seperti coklat dan terakota serta termasuk ke dalam batik cap dengan motif Majapahit, yaitu surya majapahit, buah maja, dan ragam hias sulur di relief candi.
Produksi batik di Majapahit terbagi menjadi dua jenis, yaitu batik alami dan batik tulis. Batik alami biasanya menggunakan teknik merendam dan pewarnaan berasal dari bahan daun jati atau daun singkong. Sedangkan batik tulis biasanya memiliki corak yang dibuat dengan tangan oleh warga yang menggunakan canting.
Cor Kuningan
Masyarakat Desa Wisata Kampung Majapahit sangat mahir dan terkenal dengan kemampuannya mengolah bahan kuningan menjadi patung-patung istimewa. Bahkan keahlian tersebut menjadi warisan budaya di desa Bejijong yang membuat desa ini mampu menghidupi warga setempat.
Usaha pembuatan patung cor kuningan bisa menyerap tenaga kerja terutama warga desa. Untuk harga produk olahan kuningan dipatok mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Patung harga fantastis ini biasanya diminati para kolektor pahat dari seluruh dunia.
Selain itu, ada beberapa tempat wisata lain yang bisa dikunjungi seperti miniatur candi Borobudur. Pengunjung juga bisa menikmati wisata edukasi rumah wisata, serta melihat pohon maja berbuah lebat. Pohon ini merupakan asal usul nama kerajaan Majapahit
Bagi yang akan belanja, pasar rakyat kampung Majapahit menjual berbagai kuliner tradisional. Antara lain, ayam ungkep kemaron, getuk Majapahit, es ketan, manisan buah, telur asin asap, wedang secang selaku minuman khas raja-raja Majapahit.
Pengunjung bisa menikmati homestay dengan arsitektur bergaya Majapahit. Selain itu, ada pula pertunjukkan sanggar seni budaya Buddhis Majapahit yang menampilkan kesenian seperti gamelan, keroncong, dan wayang kulit.
Desa Wisata Andalan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno telah meresmikan Desa Wisata Kampung Majapahit Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur dalam 50 besar desa wisata terbaik di Indonesia pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
Penilaian ini didasarkan oleh tujuh kategori, yaitu CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability), desa digital, souvenir (kuliner, fashion, kriya), daya tarik wisata (alam, budaya, buatan), konten kreatif, homestay, dan toilet.
"Masyarakat Bejijong sekitar 95 persen adalah muslim, tapi di sini juga ada Maha Vihara Majapahit dan wisata religi Sleeping Buddha terbesar ke-2 di Asia. Ini cermin persatuan yang sangat baik,” Salahudin Uno dikutip dari kemenparekraf.go.id.
Sebelum pandemi yakni tahun 2018-2019, Pemerintahan Desa Bejijong mencatat kunjungan wisata di desa itu pada hari Minggu mencapai 4.000 wisatawan baik domestik maupun luar negeri.
Dengan adanya pandemi tentu jumlah turis sangat menurun. Tapi jika nantinya pandemi berakhir, wisata Desa Bejijong diharapkan pulih kembali. Dengan berkunjung ke sana, pengunjung akan belajar tentang indahnya sikap warga desa yang tetap memelihara warisan budaya masa lalu yang positif.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Di Era Digital, Masyarakat Bisa Memperjuangkan Keadilan Melalui Musik
Rabu, 22 Desember 2021 04:57 WIBDian Rossana Anggaraini, Ajak Masyarakat Lestarikan Flora di Pulau Bangka Belitung
Rabu, 15 Desember 2021 07:55 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler